Dengan kemajuan zaman, teknologi digital semakin berkembang dan membawa istilah “metaverse” menjadi populer, terutama setelah Mark Zuckerberg memperkenalkannya melalui Meta Platforms Inc. Sebenarnya, istilah ini sudah ada sejak lama, diperkenalkan dalam novel Snow Crash karya Neal Stephenson pada tahun 1992. Metaverse adalah gabungan dari realitas fisik dan virtual, menciptakan lingkungan multipengguna yang memungkinkan interaksi multisensory. Namun, tantangan dalam penggunaan metaverse juga muncul, termasuk biaya tinggi, risiko kesehatan, serta dampak psikologis dan sosialnya. Metaverse, istilah yang pertama kali diperkenalkan melalui novel Snow Crash oleh Neal Stephenson, menandai kemajuan teknologi dalam menciptakan dunia virtual yang mendalam. Metaverse merupakan bagian dari internet yang direpresentasikan melalui virtual reality (VR), menciptakan pengalaman belajar yang menyenangkan dan mendalam bagi penggunanya. Dalam era Revolusi Pendidikan 4.0, metaverse menjadi inovasi yang efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa dengan menyajikan materi pelajaran dalam bentuk tiga dimensi.
Penerapan metaverse dalam pendidikan memungkinkan guru untuk menjadi fasilitator yang lebih fleksibel dalam menjelaskan materi. Penggunaan gambar dan ilustrasi tiga dimensi membantu siswa memahami materi dengan lebih baik dan memberikan pengalaman belajar yang berkesan. Dengan VR, siswa dapat mempelajari konten yang kompleks, seperti struktur virus atau konsep matematika dalam dimensi tiga, secara lebih terperinci dan interaktif.
Penggunaan metaverse tidak hanya mempengaruhi kehidupan sehari-hari, tetapi juga bidang pendidikan. Sebelumnya, pembelajaran jarak jauh telah diperkenalkan sebagai respons terhadap pandemi COVID-19. Namun, metode pembelajaran 2 dimensi (2D) memiliki keterbatasan dalam hal interaksi dan pengalaman belajar. Untuk mengatasi ini, teknologi seperti Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR) menjadi solusi yang menjanjikan.
AR memungkinkan pelajar untuk belajar secara interaktif dan mendalam, sementara VR dapat mensimulasikan pengalaman yang tidak mungkin dilakukan dalam kehidupan nyata. Meskipun demikian, penggunaan metaverse juga membawa risiko, seperti pengaruh persuasif pada perilaku pengguna, masalah kesehatan, dan privasi data. Oleh karena itu, perlu panduan yang jelas bagi pengajar dan pelajar agar dapat memahami konsep metaverse dengan baik dan meminimalkan dampak negatifnya. Penerapan teknologi VR dalam pendidikan juga menghadapi beberapa tantangan. Biaya yang tinggi untuk mengadopsi teknologi ini dan kebutuhan akan konten yang sesuai dengan muatan kurikulum menjadi beberapa hambatan utama. Selain itu, transisi dari metode pembelajaran konvensional ke pembelajaran berbasis VR memerlukan adaptasi baik dari guru maupun siswa. Tidak semua daerah juga memiliki akses yang memadai terhadap teknologi ini, menyebabkan ketimpangan dalam pemerataan pendidikan di Indonesia. Meskipun demikian, potensi teknologi metaverse dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia sangat besar. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan praktisi pendidikan, diperlukan untuk memastikan pemanfaatan teknologi ini dapat merata dan berdampak positif bagi semua siswa. Dengan demikian, metaverse dapat menjadi terobosan gemilang dalam membawa pendidikan Indonesia menuju visi Indonesia emas 2045.